Jumat, 22 April 2016

Tentang Rumah

Assalamu'alaikum !

Sebelumnya, saya ingin meluruskan beberapa hal.

                 Salah satunya adalah postingan saya sebelum ini. Maaf banget kalau ada kata-kata saya yang menyinggung, berunsur SARA, atau melebih-lebihkan fakta. Maaf juga kalau kalian merasa saya begitu ekstrimis. So, bagi kalian yang ingin memberikan saran atau kritik, jangan tanggung-tanggung, langsung aja komentar atau dengan media lain, ya. Komentar dari kalian adalah guru buat saya. Mumpung opini belum dilarang.

Oke, mari kembali ke topik.
Apa arti rumah di mata kalian?



                Ada yang bilang, rumah adalah sebuah ruangan kecil minimalis berukuran 3 x 4 di pinggir jalan. Ada juga yang beranggapan rumah adalah tanah lapang dimana seorang petani membungkuk untuk melihat seberapa besar kemungkingan padinya tumbuh dan menghasilkan beras. Ada yang beranggapan rumah adalah sahabat, atau orang yang kita cintai, seperti pasangan kita. (yang terakhir ini kayaknya dari mereka yang baru atau lagi jadian)

Boro-boro punya pasangan, kenal-kenalan aja nggak.

Jadi, apa arti rumah di mata kamu?


                 Arti rumah bagi saya adalah sebuah tempat, dimana tempat tersebut adalah tempat yang istimewa. Kita tidak perlu menghawatirkan hal-hal buruk yang akan terjadi di dunia luar, yang artinya beban pikiran kita lebih ringan. Kita juga pasti memiliki sebuah perasaan dimana kita akan lebih bebas melakukan apapun yang membuat kita nyaman, tentunya bebas disini berarti positif. Kebahagiaan akan kenangan yang dibagi sebuah keluarga, menambah kesan rindu pada rumah semakin mengakar kuat.

Ngomong-ngomong masalah rumah, selama 17 tahun hidup di dunia saya sudah pindah rumah sebanyak 5 kali.

                 Saya lahir di sebuah desa kecil, yaitu desa kradenan yang terletak beberapa kilometer dari blora. Keluarga kami saat itu masih menumpang di rumah nenek, dan saat itu ayah berpisah dengan ibu karena pekerjaan di kota yang sekarang ini saya tinggali. Mereka berkomunikasi dengan surat. Hal itu saya ketahui saat tidak sengaja menemukan surat tersebut dibalik raport SD dan akte kelahiran. Apa isinya? nanti saja ya. Kalau udah siap aku bacain kok di depan kamu. Ehem. Iya kamu, semua yang membaca post ini.

                 Setahun kemudian, ayah mengajak ibu dan saya yang masih bayi untuk tinggal bersama beliau dalam sebuah kamar kos berukuran kecil, lalu jadilah rumah itu menjadi rumah kedua saya. Di rumah kedua ini, seperti lazimnya tetangga baru, ayah berkenalan dengan mereka, hingga takdir akhirnya mempertemukan saya dengan anak dari salah satu diantara mereka. Kami bertemu pada masa SMP, dan lucunya diapun menjadi sahabat hingga SMA, hingga detik dimana saya menuliskan ini. Kan kaget juga, kalau bapaknya saling akrab tapi anaknya nggak.

Kita kembali pada nostalgia 15 tahun lalu.

                 Saat saya berumur 2 tahun, kami pindah rumah lagi. Masih di sebuah kost yang lumayan jauh dari rumah kedua. Rumah ini terletak di pinggir jalan raya yang sekarang kalau saya jalan-jalan naik motor ke sana pasti nggak dibolehin sama ayah. Jalan ini emang 11-12 jakarta gitu lah. Macetnya bikin tua di jalan. Beneran deh.

                 Rumah ketiga adalah tempat yang membuat saya merasakan indahnya bertetangga. Saya menjelma menjadi anak yang manis meskipun saya bukan soleram. rebutan boneka sama anak tetangga,lari-lari di halaman rumah sampai ibu selalu mengingtkan saya buat makan, mandi, atau TPA di masjid, habis itu ya main lagi sampai maghrib dan ibu ketok-ketok pintu tetangga menanyakan dimana saya berada. Ya, saya emang biang onar. Untungnya ibu dan ayah sesabar itu. Toh, masa kecil memang indah banget kalau diceritakan. Sayang, saya nggak bisa lagi menikmati masa-masa itu.

                  Rumah keempat adalah masa dimana saya benar-benar menjadi seorang anak. Keonaran di atas tadi berkembang di rumah keempat ini. Hal paling parah yang saya ingat adalah main kas-kasan. Saya berakting menjadi seorang bendahara kelas, tapi uangnya beneran. Uang itu saya tabung di sebuah kaleng bekas wafer, dengan niat suatu saat bisa kami nikmati bersama. Saya emang naif soal begituan. Baru terkumpul 2 ribu rupiah, ibu saya membubarkan aksi nekat tak berdasar ini. Di rumah ini jugalah saya biasa bermain kebun dan menerapkan konsep 'Dora The Explorer' dengan menjelajahi 'hutan' (kebun), 'Sungai' (aliran air bekas cuci piring dan air keran), dengan 'teman-teman' absurd dan polos yang kalau diceritain tentang hantu-hantuan pasti langsung ngompol di celana. Di sini juga saya sering hujan-hujan. Bodo amat besok mau ada ulangan, ada latihan soal, saya akan belajar sebelum hujan turun, dan langsung lari keluar rumah begitu hujan turun. Rumah ini pun menjadi saksi bisu hadirnya adik saya ke dunia ini. Juga hal-hal lainnya yang tidak pernah akan terulang kembali dalam hidup saya.

Hingga bagian hidup saya sekarang : Rumah kelima dan... belum terakhir kok.

                  Masa-masa rumah kelima, sampai sekarang, adalah rumah yang nasibnya tidak lebih baik dari rumah-rumah sebelumnya. Jujur, biasanya saya seneng-seneng aja di waktu pindah rumah ini. Tapi kepindahan rumah kelima ini tidak begitu berarti di hati saya. Alhamdulillah, saya bersyukur rumah ini rumah kami sendiri, bukan kontrakan. Namun, kalau saya boleh memilih, saya akan tetap tinggal di rumah-rumah sebelumnya, dimana saya masih bisa tertawa dengan hati yang tanpa beban. Masalahnya, kepindahan kami adalah masa dimana masa kanak-kanak saya sudah berakhir. Seterusnya, saya tumbuh menjadi remaja yang (berusaha) hidup normal, tapi percaya deh masa anak-anak adalah masa paling indah pertama. Karena yang kedua adalah masa SMA seperti sekarang, hahaha.

Apapun itu, semua rumah mengandung cinta dan kenangan tak terhingga. Bagi saya, kamu, maupun seluruh penghuni bumi ini.

Satu hal yang saya pelajari dari rumah adalah : Tempat paling indah yang selalu dapat kita syukuri keberadaanya.

"The magic things about home is that it feels good to leave, and it feels even better to come back"

~Werry Wunder

Jadi, apa arti rumah bagimu?

~220416~
Eh, ini hari bumi ya?


12 komentar:

  1. Sy jga dulu pas SD di kampung, perasaan sy seru dan indah banget.

    Di SMA kta membentuk jati diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya semua anak pernah merasakal hal sebahagia itu

      Setuju sama yang ini

      Hapus
  2. Rumah buat saya juga banyak artinya, bukan hanya sekadar tempat pulang tetapi rumah juga tempat berlindung yang paling aman. Tempat yang ... pokoknya banyak artinya buat saya.

    Hehehe salam kenal, makasih sudah mampir ke blog aku. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti bener ya ada orang yang bilang, "jadikanlah rumahmu surgamu"

      makasih juga mbak udah mampir balik :)

      Hapus
  3. Wah, sudah 5 kali pindah rumah? Pasti punya banyak pengalaman di berbagai tempat berbeda :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, tapi di rumah yang sekarang nggak tau kenapa gregetnya nggak kerasa lagi. Sedih T_T
      Alhamdulillah, disyukurin aja sih

      Mbak, boleh minta e-mail yang aktif?

      Hapus
    2. agustidara@gmail.com aktif kok :)

      Hapus
    3. makasih mbak, kapan-kapan kalau perlu :)

      Hapus
  4. setuju, ada kenangan ditiap pindah rumahnya, gue juga ngalamin, dimana rumah(kontrakan)pertama itu awal mula gue takut sama soang, kontrakan ketiga tempat gue dengan muka polos bocah masukin jari ke tempat pemotong bawang, tapi untungnya di kontrakan kedua, gue gak pernah main dora-doraan kayak lu, ceu haha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang, masa kecil itu bahagia ya kak.
      Soang itu apaan yak?
      Itu jari dimasukkin ke pemotong bawang sakit nggak?
      Bersyukurlah karena nggak pernah mencoba hal segila itu, hahaha

      Hapus
  5. Tapi moga2 lsmbat laun rumah klima bisa jadi tempat berteduh yang paling myaman ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyaallah mbak :)
      Sekarang mencoba damai dengan kenyataan aja lah
      Aamiin, makasih doanya
      Semoga mbak juga diberi berkah dalam kehidupan keluarganya

      Hapus